Oleh Danial Indrakusuma
Siapa bilang Buruh Tetap atau Kartap tak berkepentingan menghapuskan Outsourcing?, dan siapa bilang buruh outsourcing takut melawan?
I. Outsourcing
1. Upaya kapitalis untuk menghemat biaya produksi dengan mediskriminasi upah, tunjangan dan hak-hak ekonomi lainnya terhadap buruh pekerjaan-pekerjaan tertentu, cleaning services (kebersihan), kantin, antar-jemput dan delivery (pengiriman), security (Satpam), dan pertambangan.
2. Namun, diskriminasi upah, tujangan, dan hak-hak ekonomi dalam pekerjaan tertentu tersebut saja dirasa tidak cukup menghemat oleh kapitalis. Oleh karena itu, kapitalis kemudian, walaupun melanggar hukum, dengan berbagai macam alasan, menentukan (dengan seenaknya) bahwa beberapa pekerjaan-pekerjaan pokok produksi (core business) dapat digolongkan atau dikategorikan sebagai pekerjaan buruh outsourcing. Sekarang ini, sedang merajalela buruh-buruh outsoucing (dengan hak-hak yang didiskriminasi) ditempatkan dalam core business, dan hak-hak ekonomi buruhnya digolongkan sebagai buruh outsourcing;
3. Selain itu, dalam upaya kapitalis untuk menghemat biaya produksi lebih besar lagi, sekarang sedang merajalela pula kapitalis mengatur proporsi atau jumlah perbandingan antara buruh tetap dan buruh kontrak lebih kecil ketimbang buruh outsourcing, sehingga daya tawar buruh tetap dan buruh kontrak (dalam menekan kapitalis) lebih kecil ketimbang buruh outsourcing. Cilakanya, banyak PUK yang tidak sadar kekuatan, sehingga tidak mau merangkul atau bersatu berjuang dengan buruh outsourcing. Padahal tidak ada ketentuan (dalam Undang-Undang) bahwa buruh outsourcing tidak boleh menjadi anggota serikat (perusahaan yang menggunakan tenaganya), semua PEKERJA–tanpa penggolongan–boleh menjadi anggota serikat (perusahaan yang menggunakan tenaganya);
4. Dengan demikian, perlawanan kita terhadap praktek-praktek outsourcing, oleh kapitalis akan dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan standard biaya produksi (kapitalis). Dan karena praktek-praktek outsourcing itu telah merajalela hampir di semua perusahaan, maka peningkatan standar biaya produksi tersebut akan menyangkut peningkatan biaya produksi yang sangat besar (apalagi dihitung secara kawasan industri atau nasional), sehingga besar kemungkinan perlawanan PARA KAPITALIS pun akan sangat kuat–sekarang PARA KAPITALIS tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat, sehingga ada satu atau dua perusahaan yang mengabulkan tuntutan kita (misalnya kasus perusahaan HERO);
5. Oleh karena itu, perlawanan terhadap praktek-praktek outsorcing harus diperjuangan bersama–persatuan buruh tetap, buruh kontrak, dengan buruh outsourcing. Karena perjuangan tersebut bukan saja menyangkut kepentingan buruh outsoucing, namun juga menyangkut kepentingan buruh tetap dan buruh kontrak–karena, buruh tetap dan buruh kontrak, bila daya tawarnya (dalam menekan kapitalis) kecil maka perjuangannya menuntut kesejahteraannya akan menjadi semakin sulit. (Sebagai contoh, ada perusahaan yang bila buruh tetap dan buruh kontraknya mogok, maka proses produksi tetap bisa dijalankan oleh buruh outsourcing karena buruh outsoucingnya sudah ditempatkan di core businees, bahkan di jantung proses produksi dan lebih banyak jumlahnya);
6. Perjuangan terhadap praktek-praktek outsourcing di tingkat pabrik, bukannya tidak boleh dilakukan, namun akan memakan waktu lama dan terkurasnya tenaga perlawanan, apalagi tidak ada solidaritas dari PUK-PUK lainnya. Kita tahu solidaritas tersebut sangat penting, karena ada PUK yang tidak atau belum bisa menyelesaikan persoalannya sendiri;
7. Karena itu, perjuangan terhadap praktek-praktek outsourcing harus dilakukan dengan kekuatan perjuangan yang besar, kekuatan perjuangan yang bersatu;
8. Dan kekuatan perjuangan yang besar, kekuatan perjuangan yang bersatu tersebut, sebaiknya tidak diarahkan dari pabrik ke pabrik saja, namun kita juga harus menambah kekuatan penekan kita dengan memaksa negara untuk menekan kapitalis. Dengan demikian, harus ada saat-saat tertentu untuk mengkonsentrasikan kekuatan lebih baik lagi dengan mewujudkan persatuan dengan berbagai kelompok buruh lainnya atau kelompok-kelompok non-buruh lainnya (terutama mahasiswa) untuk aksi mendatangi Bupati, Menaker, Presiden, Parlemen, dan Mahkamah Konstitusi serta, selain itu, dengan menutup kawasan kembali.
II. Pelajaran memenangkan dan berjuang bersama kawan-kawan buruh outsourcing di PT Hero:
1. Menjadikan buruh outsourcing sebagai anggota PUK-SPAMK-FSPMI-Saneng, karena Undang-Undang tidak melarang buruh outsourcing jadi anggota serikat;
2. Daftarkan keanggotaannya ke Disnaker;
3. Perjanjian antara PT Hero dengan perusahaan outsourcing (PT. Nurindro) batal demi hukum karena begitu perjanjian ditandatangani buruh-buruh outsoucing dipekerjakan di core business;
4. Oleh karena perjanjian tersebut batal demi hukum, maka buruh-buruh outsourcing otomatis (serta merta) harus menjadi buruh tetap terhitung sejak mereka dipekerjakan di core business, sejak perjanjian (yang batal demi hukum tersebut) ditandatangani;
5. Dengan demikian, PUK Hero (yang baru) kemudian meminta NOTA DINAS dari Disnaker yang memerintahkan, mewajibkan kapitalis mengangkat buruh-buruh outsourcing menjadi buruh tetap sejak tanggal mereka diperkejakan di core busines, sejak perjanjian (yang batal demi hukum) tersebut ditandatangani;
6. Tidak ada tawar menawar oleh kapitalis terhadap NOTA DINAS, karena NOTA DINAS bukan untuk dipertimbangkan oleh kapitalis, tapi untuk dilaksanakan;
7. Dalam setiap tuntutan, bila kapitalis dan Disnaker sulit memenuhi tuntutan kita atau melanggar perjanjian/kesepakatan, maka, mau tak mau, kawan-kawan buruh outsourcing bersama solidaritas kawan-kawan PUK lain melakukan aksi ke Disnaker, PT. Hero Pusat, Menakertrans, dan memblokade gudang PT Hero Cibitung;
8. Catatan: buruh-buruh outsourcing yang berlawan di atas adalah buruh-buruh outsourcing PT HERO yang sudah dipecat.
III. Kemenangan besar FSPMI
Sampai saat ini, kemenangan besar upaya FSPMI dalam menghapuskan buruh outsourcing: adalah bukan sekadar berhasil memaksa beberapa perusahaan mengangkat buruh outsourcing menjadi buruh tetap, tapi lebih dari itu, adalah keberhasilan bersolidaritas membebaskan buruh outsourcin serikat buruh lain dan MEMATAHKAN ANGGAPAN (MITOS) BAHWA BURUH OUTSOURCING TAKUT MELAWAN.
IV. Dan ingat, kita telah memiliki rachmat kekuatan (yang harus dimanfaatkan demi memenangkan semua tuntutan kita menolak upah murah dan menghapuskan outsourcing:
Saat ini, muncul konsep, kesadaran dan tindakan “tutup kawasan”, “tutup tol” “solidaritas antar-pabrik” serta “menuntut persoalan-persoalan di luar pabrik (atau, dalam bahasa FSPMI, “dari pabrik ke publik”)—seperi menolak revisi undang-undang, menuntut jaminan sosial, menolak kenaikan harga BBM dan lain sebagainya—“rapat akbar”, “1 Mei bukan sekadar perayaan tapi menuntut” dan lain sebagainya, itu kemajuan yang sangat berarti.
Sumber : Status Danial Indrakusuma